Terduga pelaku rasisme Ambrocius Nababan mendatangi Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (25/1/2021) malam. Kedatangannya itu dimaksudkan untuk pemanggilan penyidik terkait kasus rasisme kepada aktivis Papua Natalius Pigai Tampak pula Ambrocius memakai seragam relawan berwarna merah yang bertuliskan Pro Jokowi Ma’ruf Amin (Pro Jamin). Diketahui, terduga pelaku memang merupakan Ketua Umum Relawan dari Pro Jamin pada pilpres 2019 lalu. Kepada awak media, Ambrocius menyatakan kedatangannya untuk memenuhi pemanggilan penyidik Direktorat Siber Bareskrim Polri. Dia bilang, pemanggilan tersebut sebagai bukti tanggungjawabnya terkait unggahannya itu.
"Panggilannya hari ini, saya harusnya menghadap dua hari lagi tapi karena kita sebagai apalagi saya sebagai ketum Pro Jamin saya terpanggil untuk sampaikan bahwa saya ini bertanggung jawab saya gak lari dan tidak akan ingkar dari hukum karena saya akan hadapi dengan hati yang tulus," kata Ambrocius di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (25/1/2021). Lebih lanjut, ia menyampaikan unggahan itu sejatinya hanya ditujukan kepada Natalius Pigai. Sebaliknya, pihaknya tidak ada maksud menghina masyarakat di Papua. "Jadi berkembang isunya sebenarnya itu hanya untuk untuk pribadi. Jadi saya dengan pribadi Natalius Pigai. Jadi sekarang sudah mulai berkembang saya melakukan perbuatan rasis. Sebenernya saya bukan rasis. Saya juga diangkat warga Papua. Saya juga sebagai anak Papua. Jadi gak akan mungkin saya melakukan rasis kepada suku Papua apalagi ke NP," ungkapnya.
Namun demikian, pihaknya mengaku siap dan akan kooperatif menjalani proses hukum atas kasus yang menjeratnya tersebut. "Saya harus hadapi proses hukum ini supaya masyarakat di Papua mengerti dan paham bahwa proses hukum lah yang sebaiknya, kalau nanti siapa yang salah yang itu tergantung proses hukum yang menentukan," pungkasnya. Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik mendesak agar penegak hukum bertindak cepat menangani kasus dugaan ujaran kebencian terhadap Natalius Pigai.
Taufan menilai apa yang dialami Natalius Pigai bukan kali yang pertama dan hal itu sangat memprihatinkan. Taufan menilai, perbedaan pendapat tidak semestinya diwarnai rasisme atau tindakan diskriminasi dalam bentu penyampaian kebencian datau penghinaan berdasarkan ras dan etnis. Ia juga mengingatkan penegak hukum bahwa kasus serupa yang terjadi di Surabaya beberapa waktu lalu pernah memicu demonstrasi besar besaran di Papua dan berujung terjadinya berbagai kekerasan di sana.
Taufan menjelaskan Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial melalui UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Di dalam pasal 4 ayat a UU tersebut, kata Taufan, dikatakan bahwa tindakan diskriminatif dapat berupa “menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis” yang berupa sejumlah perbuatan. Pertama, kata Taufan, membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain.
Kedua, lanjut dia, berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata kata tertentu di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat didengar orang lain. Ketiga, mengenakan sesuatu pada dirinya berupa benda, kata kata, atau gambar di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain Keempat, kata dia, melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis.
Undang Undang tersebut, kata Taufan, juga mengatur pasal pemidanaan. Dengan demikian, kata dia, kasus tersebut mestinya diproses secara pidana sebagaimana diatur pada pasal 16 yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”. "Dengan begitu, rasisme atau tindakan diksriminasi berdasarkan ras dan etnis sangat ditentang baik secara nasional mau pun internasional, bahkan bisa dipidanakan," kata Taufan.
Adapun alasan Ambrocius Nababan mengunggah konten yang bersifat rasisme kepada Natalius Pigai yakni, dia mengaku kesal dengan aktivis Papua itu karena kerap mengkritik pemerintah terkait berbagai isu. Menurutnya, Natalius Pigai kerap mengkritik tanpa dasar kepada pemerintah. "Sebenarnya sudah banyak saya baca tentang Natalius yang selalu menyerang pemerintah, kami Pro Jamin ini adalah profesional jaringan mitra negara. Jadi kami sebagai mitra negara yang resmi diakui oleh Kemenkuham RI. Kami berkewajiban juga untuk sebagai pembantu memantau juga mengawas juga mengawal," kata Ambrocius di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (25/1/2021).
Ia mengatakan salah satu kritik Natalius Pigai yang membuatnya kesal adalah terkait program pemerintah vaksin Sinovac. Ambrocius bilang, pernyataan kritik yang dilontarkan Natalius Pigai bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terkait vaksin Covid 19. "Artinya orang menolak itu wajar karena namanya hak asasi. Tapi jangan diekspose keluar sehingga menimbulkan provokasi seakan akan vaksin ini tidak baik vaksin ini berbahaya sehingga kawan kawan yang dari daerah ini turun ini melaporkan kepada saya 'pak ketum, tadi di daerah itu mendapatkan hambatan masalah vaksin karena ada statemen dari beberapa tokoh di Jakarta," jelasnya.
Atas dasar itu, ia pun marah dan mengunggah konten rasisme yang tidak terpuji tersebut. "Di situlah saya geram gitu ya, marah gitu ya. Kok ada orang yang mengatakan vaksin sinovac itu tidak baik. Sehingga di daerah kendalanya ya itu tadi, banyak yang gak percaya dan ini dampaknya bagi kita, ya pandemi ini akan lama lagi karena banyak orang indonesia yang gak percaya vaksin," pungkasnya. Lebih lanjut, Ambrocius Nababan menyampaikan unggahan rasisme di akun sosial medianya hanya sebagai bentuk satire kepada Natalius Pigai.
"Itu saya akui saya yang buat. Sifatnya itu satire. Kritik satire. Kalau orang cerdas tau itu satire itu lelucon lelucon. Bukan tujuannya untuk menghina orang apalagi menghina suku dan agama. Tidak Ada. Jauh sekali. Apalagi menghina Papua," kata Ambrocius di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (25/1/2021). Kendati begitu, Ambrocius mengaku foto kolase Natalius Pigai yang disandingkan dengan hewan Gorila diklaim bukan buatannya. Dia mengambil foto tersebut dari akun sosial media lainnya. Setelah mendapatkan foto tersebut, dia lantas menambahkan tulisan di foto kolase tersebut. Berikutnya, konten itu diunggah di akun sosial media Facebook pribadinya.
"Iya saya yang posting, benar. Saya akui itu postingan saya. Gambar itu sebenarnya itu saya kutip, saya copas. Itu bertepatan, saya ketemu ada Fatimah rupanya." "Itu dia posting juga tapi tidak dibilang dia rasisme dan saya cari yang lain lain. Banyak juga rupanya. Tapi tidak pernah dikatakan orang itu rasis. Tapi kenapa saya yang copas orang punya saya dibilang rasis," jelasnya.